Jumat, 30 Mei 2008

KOMITMEN ORGANISASI

Oleh: Tita Meirina Djuwita

Abstrak

Komitmen organisasi dapat diartikan sebagai suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap pegawai untuk menunjukkan loyalitas terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Pada dasarnya komitmen organisasi berkaitan erat dengan aspek-aspek psikologis dalam penerimaan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai serta tujuan organisasi dimunculkan melalui keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Untuk menanamkan loyalitas pegawai supaya berkomitmen tinggi, hendaknya sejak awal memasuki lingkungan organisasi baru, pegawai diperkenalkan dengan visi, misi, tujuan, sasaran nilai, serta komitmen organisasi tersebut.

Pendahuluan
Untuk mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage), organisasi memerlukan berbagai faktor pendukung. Salah satu pendukungnya adalah kepemimpinan organisasi dalam membangun komitmen para pegawainya. Luthans (2002:235) mendefinisikan komitmen organisasi dalam tiga pengertian, yakni sebagai (1) suatu kekuatan sikap sekaligus keputusan yang menjadi bagian organisasi, (2) suatu keinginan atau kehendak untuk mewujudkan kinerja tinggi sebagai bagian yang harus ditumbuhkembangkan dalam organisasi, dan sebagai (3) suatu keyakinan yang diterima sebagai value/nilai sekaligus tujuan yang harus dicapai oleh organisasi.
Menurut Greenberg dan Baron (1997:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh seseorang itu mengidentifikasi dan melibatkan dirinya pada organisasi dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Adapun Porter, Mowday, dan Steers (dalam Miner, 1992:124) menyatakan bahwa komitmen organisasional sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasi keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi). Sikap ini ditandai oleh tiga hal, yaitu:
1. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi,
2. Kesediaan untuk sungguh-sungguh berusaha atas nama organisasi,
3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi.
Robbins (dalam Sjabadhyni, dkk., 2001:456) memandang komitmen organisasi sebagai salah satu sikap kerja karena merefleksikan perasaan seseorang terhadap organisasi tempat ia bekerja. Komitmen adalah orientasi individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Pada intinya, istilah komitmen organisasi memiliki penekanan pada proses yang dialami pegawai dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi. Dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan organisasi secara aktif.
Pada dasarnya, komitmen organisasi tidak terbatas pada pimpinan yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, melainkan kepada seluruh pegawai dalam organisasi. Komitmen organisasi dan komitmen setiap pegawai dalam organisasi dapat dipengaruhi oleh karakteristik organisasi, sebab pegawai yang mempunyai kinerja yang tinggi akan semakin berkembang jika bekerja pada lingkungan organisasi yang memiliki komitmen kinerja tinggi yang didukung oleh semangat kerja para pegawai, menuntut para pegawainya untuk mempunyai komitmen kerja yang tinggi, sehingga lingkungan yang demikian akan mempengaruhi pegawai untuk meingkatkan prestasi kerjanya.
Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan utama dalam setiap organisasi berkenaan dengan komitmen organisasi yakni sebagai berikut:
a. Bagaimana komitmen organisasi dilihat dari sudut pandang teoretis?
b. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi?
c. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan komitmen organisasi?
d. Bagaimana menganalisis komitmen organisasi?
Pembahasan
1. Teori Komitmen Organisasi
Dimensi komitmen organisasi menurut Meyer dan Allen sebagaimana ditulis oleh Luthans, Sweeney, dan McFarlin (2002: 237) memiliki tiga komponen pokok, yaitu:
1. Affective Commitment, termasuk di dalamnya hubungan emosional pegawai dengan organisasi dan keterlibatan diri dalam organisasi.
2. Continuance commitment, termasuk di dalamnya hal-hal yang melandasi loyalitas pegawai terhadap organisasi.
3. Normative commitment, yaitu perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
O’Reilly dan Chapman (dalam Laka-Mathebula, 2004:15) mendefinisikan komitmen organisasi berdasarkan tiga kriteria, yaitu:
1. Compliance, yang menunjukkan keterikatan secara instrumental pada penghargaan ekstrinsik tertentu.
2. Identification, menunjukkan keterikatan berdasarkan keingan untuk berafiliasi dengan organisasi.
3. Internalization, menunjukkan keterlibatan karena kesesuaian antara nilai-nilai individu dengan organisasi.
Jaros (dalam Laka-Mathebula, 2004:15) membedakan komitmen organisasional dalam tiga dimensi, yaitu:
1. Affective, yaitu tingkat keterikatan secara psikologis dari individu untuk menjadi pegawai dalam organisasi.
2. Continuance, yaitu perasaan individu karena tingginya resiko yang akan dihadapi bila meninggalkan organisasi.
3. Moral, yaitu tingkat di mana individu terikat secara psikologis untuk tujuan menjadi pegawai di organisasi melalui intenalisasi terhadap tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan misi.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, pada dasarnya komitmen organisasi berkaitan dengan aspek psikologis dalam penerimaan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi sehingga dapat ditampilkan melalui kesetiaan serta keinginan untuk terus menjadi anggota organisasi.
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut Steers (dalam Sjahbandhyni, 2001:460), ada tiga penyebab komitmen organisasi, yaitu: karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan, dan lain-lain), karakteristik pekerjaan (umpan balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dll), dan pengalaman kerja. Model tersebut kemudian dimodifikasi menjadi karakteristik pribadi (usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin), karakteristik peran/pekerjaan, karakteristik struktural (berkaitan dengan tingkat formalisasi, ketergantungan fungsional dan desentralisasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kepemilikan pegawai, serta kontrol organisasi), dan pengalaman kerja (Steers dan Porter, 1983:426-427).
Menurut Amstrong (1992: 183) ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi, rasa senang terhadap pekerjaan, dan kepercayaan pada organisasi. Karakteristik keluarga, faktor harapan pengembangan karir, lingkungan kerja, dan gaji/tunjangan juga turut mempengaruhi komitmen terhadap organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (1997:35-36) yang mengemukakan bahwa faktor yang dapat mendukung terciptanya psychological commitment adalah: karakteristik pekerjaan, komunikasi interaktif, sistem reward, lingkungan kerja, dan sistem pengembangan sumber daya manusia.
Ringkasnya, faktor-faktor yang mendasari timbulnya komitmen para pegawai dapat berasal dari faktor-faktor eksternal (karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, gaji/tunjangan, dan lain-lain), maupun faktor internal (karakteristik pribadi, harapan pengembangan karir, rasa senang terhadap pekerjaan, kepercayaan pada organisasi, dan lain-lain).
3. Upaya Meningkatkan Komitmen Organisasi
3.1. Komitmen dari Top Management dalam Organisasi
Proses untuk memobilisasi komitmen harus dimulai pada tingkat tertinggi dari organisasi dengan kalangan dalam dari para eksekutif. Ketidakkonsistenan dan tidak adanya rasa percaya terhadap pemimpin akan mengurangi kejelasan visi dari suatu organisasi. Para pemimpin mendemonstrasikan komitmen terhadap nilai-nilai melalui perilaku mereka sendisi dan melalui cara mereka memperkuat perilaku orang lain.
Setiap pemimpin organisasi bertanggung jawab dalam memainkan peranan penting dalam menciptakan atmosfer lingkungan kerja yang mendorong setiap personel untuk berkinerja tinggi dengan komitmen organisasi yang tinggi. Mink, dkk. (1993: 161-162) mengemukakan strategi untuk menciptakan atmosfer komitmen organisasi dengan kinerja tinggi. Strategi tersebut terdiri dari 12 pilar, yaitu:
a. Pilar I: Berbagi visi, yaitu mengembangkan visi organisasi bersama-sama.
b. Pilar II: Berbagi nilai (values), yaitu mengembangkan nilai-nilai organisasi atau kelompok secara bersama-sama.
c. Pilar III: Tujuan, yaitu penentuan tujuan organisasi secara akurat, spesifik, dan dilatari oleh nilai organisasi merupakan konstituen yang penting.
d. Pilar IV: Fokus, bahwa pemimpin harus mengembangkan proses manajemen sedemikian rupa sehingga setiap anggota bertindak konsisten dan fokus pada misi kelompok dan organisasi.
e. Pilar V: Kerinduan pada produktivitas, yang berarti bahwa para pemimpin dan manajer harus secara jelas mengekspresikan bahwa mereka menilai dan mengingatkan kinerja tinggi.
f. Pilar VI: Dukungan untuk sukses, yang berarti bahwa jika mitra kerja menyadari bahwa pemimpin memfasilitasi mereka dengan instrumen, dana, peralatan, waktu, sumber daya, dan pasar untuk menjual produk, mereka akan loyal untuk bekerja keras.
g. Pilar VII: Personel kompeten, yang berarti bahwa kita harus menginginkan bahwa mitra kerja dapat bekerja dengan suskes.
h. Pilar VIII: Kerja tim, bahwa untuk memperoleh pencapaian yang besar, aliansi dan sinergi antar personel mutlak dilaksanakan melalui kerja tim.
i. Pilar IX: Pemberdayaan dan otonomi, yang mengisyaratkan bahwa setiap individu harus merasa bebas untuk berkontribusi pada pencapaian tujuan.
j. Pilar X: Kepemimpinan, bahwa pemimpin harus kondisi tersebut harus tercipta untuk mendukung pemberdayaan personel.
k. Pilar XI: Umpan balik dan penyelesaian masalah, yaitu bahwa penyampaian akurat informasi kepada personel tentang bagaimana kinerja mereka dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan.
l. Pilar XII: Imbalan, yang berarti bahwa setiap personel membutuhkan insentif baik secara sosial maupun finansial. Personel akan bekerja keras dan bersungguh hati bila usaha mereka menghasilkan apa yang mereka inginkan, butuhkan, dan bernilai.
Luthans (2002:237) mengetengahkan lima kiat sebagai penuntun berkembangnya komitmen, yaitu:
a. Menetapkan terlebih dahulu komitmen terhadap nilai,
b. Mengklarifikasi dan mengkomunikasikan misi dan ideologi,
c. Mengerti garansi organisasi,
d. Membangun sense of community agar tercipta kerja tim yang baik,
e. Mendukung proses pengembangan pegawai.
Sweeney dan McFarlin (2002:61) mengidentifikasi empat cara untuk meningkatkan komitmen organisasi, yaitu:
a. Berusaha untuk memberikan kepercayaan untuk meningkatkan loyalitas pegawai terhadap organisasi,
b. Membangun keterpaduan visi dan misi sebagai dasar nilai dan sikap sekaligus tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi,
c. Menggunakan pola kerja tim untuk meningkatkan komitmen normatif,
d. Membuat keberlangsung dan kelanggengan komitmen yang tinggi.
Berdasarkan pendapat para ahli, kiat-kiat untuk meningkatkan komitmen organisasi yang utama adalah mengembangkan visi, misi, tujuan, dan value dari organisasi, loyalitas, kepercayaan terhadap organisasi, serta sistem imbalan yang sesuai dengan kebutuhan pegawai.
3.2. Membangun Lingkungan Kerja yang Kondusif
Interaksi antara personel dan organisasi berefek pada perkembangan kultur organisasi. Ilyas (2001:57) menerangkan bahwa kultur organisasi adalah suatu tatanan aturan, interkoneksi, yang biasanya tidak tertulis yang diikuti oleh setiap individu dalam organisasi. Lebih lanjut Ilyas mengungkapkan adanya enam dimensi proses untuk dapat menciptakan ruang kerja yang produktif, yaitu:
a. Visi: Tujuan bersama dan kepemimpinan. Pemimpin harus mampu mengembangkan partisipasi sehingga tujuan bersama dapat tercapai.
b. Berbagi nilai dan kerja tim. Personel saling percaya dan saling menerima guna menegakkan tujuan bersama melalui kepercayaan dan pengertian.
c. Otonomi individual dan kebebasan. Tugas harus diselesaikan dan kompetensi personel lebih penting daripada posisi maupun jabatan.
d. Hubungan kerja positif melalui umpan balik dan pemecahan masalah.
e. Fokus manajemen. Ruang kerja produktif mendukung proses pencapaian tujuan bersama di mana manajemen membantu mengidentifikasi kendala sekaligus pemecahan masalah dalam meningkatkan produktivitas.
f. Struktur kerja. Setiap personel mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, keterampilan kerja apa yang dibutuhkan dan bagaimana mengaplikasikannya untuk menghasilkan kinerja yang tinggi.
Pada kultur organisasi yang berkinerja tinggi, setiap personel mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengapa mereka harus mengerjakannya secara tepat pada momen yang tepat pula. Kultur yang terbuka pada dasarnya lebih adaptif terhadap perubahan. Oleh sebab itu organisasi perlu melakukan penilaian dan penyesuaian secara terus menerus agar tetap survive dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika manajer telah memiliki manajer personel yang tepat, yang mempunyai nilai sama dan ingin mencapai tujuan bersama, maka langkah lanjut adalah memfasilitasi mereka dengan peluang dan insentif dengan lingkungan kerja yang kondusif. Dalam lingkungan kerja yang demikian mereka akan merasa diberdayakan, selanjutnya mereka akan memberikan kontribusi sebagai tim sukses yang pada akhirnya menciptakan organisasi dengan komitmen kerja.
3.3. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Motivasi dengan Komitmen
Individu yang masuk ke suatu organisasi akan membawa kemampuannya, kepercayaan pribadi, penghargaan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Organisasi merupakan suatu lingkungan yang memiliki karakteristik bagi individu. Karakteristik yang dimiliki organisasi di antaranya adalah keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang, dan tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.
Jika karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka akan terbentuklah perilaku individu dalam organisasi. Nadler, dkk. (dalam Toha, 2003:34) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya.
Ada tiga perilaku yang biasanya diinginkan oleh sebagian besar organisasi, yaitu perilaku keanggotaan (membership behavior), perilaku tugas/kerja, dan organizational citizenship behavior. Perilaku keanggotaan (membership behavior) terjadi ketika pegawai memutuskan untuk bergabung dan tinggal bersama sebuah perusahaan; perilaku tugas kerja (task behavior) terjadi saat pegawai melaksanakan pekerjaan atau tugs khusus yang dibebankan kepadanya; adapun organizational citizenship behavior terjadi saat pegawai dengan sukarela menunjukkan perilaku tertentu yang menguntungkan bagi organisasi. Perilaku ini melebihi perilaku keanggotaan dan perilaku kerja, seperti usaha lebih keras, kerja sama tinggi dengan sesama rekan kerja, inisiatif tinggi, kemauan melakukan inovasi, pelayanan pelanggan yang lebih baik, serta kemauan untuk berkorban demi kebaikan organisasi itu (Long, 1998:91).
Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan yang tetap untuk merasakan atau menunjukkan reaksi dengan cara tertentu terhadap suatu objek (Luthan, 1996:108). Definisi ini persis seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi lainnya seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Azwar, 2002:5). Sedangkan Greenzberg dan Baron (1993:156) mendefinisikan sikap sebagai serangkaian perasaan, kepercayaan, dan perilaku yang relatif stabil dalam menghadapi objek abstrak maupun konkret.
Berkaitan dengan hal di atas, ada tiga kunci sikap yang harus ada, yaitu kepuasan kerja, motivasi kerja, dan identifikasi organisasi. Kepuasan kerja diidentifikasikan sebagai sikap yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaan dan tempat kerjanya, baik secara positif maupun secara negatif.
Identifikasi organisasi terdiri dari tiga unsur yang saling terkait, yaitu perasaan, menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi, rasa memiliki dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan organisasi. Ketiga unsur ini sering disebut sebagai komitmen organisasi (long, 1998:91). Sikap-sikap ini dapat memunculkan perilaku yang menguntungkan organisasi. Kepuasan kerja menyebabkan perilaku keanggotaan, motivasi kerja menyebabkan perilaku tugas/kerja dan identifikasi organisasi dapat memunculkan organizational citizenship behavior. Identifikasi organisasi juga mempunyai kontribusi pada dua perilaku lainnya.



Identifikasi Organisasi
Kepuasan Kerja
Sikap Pegawai
Perilaku Keanggotaan
Perilaku Pegawai

Identifikasi Organisasi
Organizational Citizenship Behavior
Motivasi
Perilaku Tugas/Kerja






Gambar 1 Pengaruh Kepuasan Kerja, Motivasi,
dan Identifikasi Organisasi terhadap Perilaku Pegawai
Sumber: Long, Ricchard J, (1998:92)
Identifikasi organisasi juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan motivasi pegawai karena identifikasi organisasi mempunyai dampak positif terhadap keduanya. Pegawai yang merasakan kepuasan kerja cenderung tidak berhenti dari tempat kerja, absen, atau mengeluh dan merasa lebih nyaman rekan kerja dan pelanggan (misalnya dalam sebuah perusahaan).
Pegawai yang puas juga kadang merasakan stress kerja, selanjutnya akan mengurangi kesalahan dan kecelakaan kerja, juga mengurangi masalah-masalah kesehatan yang menyebabkan ketidakhadiran. Ini merupakan outcomes komitmen organisasi, yaitu dalam bentuk hubungan positif intrapersonal maupun interpersonal sehingga mendukung kinerja organisasi, komitmen tinggi untuk loyal terhadap regulasi organisasi yang ditetapkan, angka absensi sangat rendah, turn over rendah, performan kinerja tinggi.
4. Analisis Komitmen Organisasi
Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan pengetahuan dan keterampilan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perilaku anggota dalam organisasi. Perilaku organisasi adalah suatu bidang organisasi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi. Hal itu dimaksudkan untuk menerapkan pengetahuan semacam itu dalam memperbaiki efektivitas organisasi (Stephen P. Robins, 1998:5). Pengetahuan ini sangat pentng karena antara individu dan organisasi keduanya memiliki peran dan tujuan. Berikut ini adalah gambar hubungan antara organisasi/lembaga dengan individu.
Dimensi Nomotetis
Sistem sosial
Sistem sosial
Sistem sosial
Peran
kepribadian
Harapan
Disposisi Kebutuhan
Perilaku yang nampak



Gambar 2. Teori Getzels
(Sumber: Sutisna, 1993:336)
Melalui gambaran di atas, tampak jelas bahwa untuk mencapai arah tujuan organisasi diperlukan sinergitas dan komitmen di antara keduanya. Komitmen merupakan beberapa unsur dari sikap seseorang atau kelompok yang diaktualisasikan dengan perilaku dalam organisasi.
Beberapa unsur sikap tersebut adalah adanya kepuasan kerja dan motivasi kerja. Hellrigel dan Slocum, Jr. (2001:54) menyatakan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi komitmen seseorang dalam organisasi yaitu pengalaman-pengalaman kerja, kepuasan kerja, dan hal-hal yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja. Permasalahannya adalah bagaimana menumbuhkan kepuasan kerja dan motivasi agar tetap dimiliki oleh para anggota organisasi dan terpelihara secara baik sehingga berdampak terhadap produktivitas kerja yang tinggi.
Salah satu ujung tombak kemajuan dan kemunduran suatu organisasi pada akibatnya akan bermuara pada pimpinan. Sejah mana pemimpin tersebut mampu mendistribusikan kekuasaan dan pengaruhnya dengan baik sehingga mampu mendorong produktivitas kerja bawahan. Dalam upaya membentuk rasa percaya dan dapat menjadi partner yang baik, pimpinan harus memperhatikan dimensi (1) integritas (kejujuran dan bersikap sebenarnya), (2) kemampuan (pengetahuan dan keterampilan serta antar pribadi), (3) konsisten (handal serta dapat diramalkan dan pertimbagnann yang baik dalam menangani situasi), (4) kesetiaan (setia dalam melindungi dan menyelamatkan), (5) keterbukaan (kesediaan berbagi gagasan dan informasi dengan bebas).
Pada posisi pegawai, komitmen organisasi dapat dibina mulai saat pegawai menjadi anggota organisasi. Input ini dapat dikembangkan oleh seorang pimpinan dengan mengidentifikasi sebuah visi yang masuk akal dan menarik. Visi itu harus dikomunikasikan dan diwujudkan dalam budaya organisasi tersebut. Sebuah visi harus dipindahkan secara persuasif dan inspiratif. Visi tersebut harus diulang-ulang dalam berbagai variasi dan pada berbagai tingkat kekhususan, dari sebuah mission statement yang samar-samar sampai kepada rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan yang terperinci. Visi harus diperkuat oleh keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan oleh pemimpin tersebut. Perubahan-perubahan harus dibuat dalam struktur yang organisasi dan proses-proses manajemen dan konsisten dengan nilai-nilai dan sasaran-sasaran yang terdapat pada visi yang baru tersebut.
Dalam prosesnya, pimpinan harus selalu memperhatikn faktor-faktor pendukung lain yang dapat mempertahankan motivasi dari pada anggota organisasi, misalnya dengan selalu memperhatikan kultur lingkungan organisasi dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para bawahannya. Memberikan kesempatan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, memberikan peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, melakukan promosi jabatan juga dapat membangun dan memelihara komitmen.
Dalam melakukan promosi, komitmen juga dapat digunakan sebagai instrumen yang dapat diukur. Indikator untuk mengukur komitmen organisasional menurut Porter dan Smith (dalam Steers dan Porter, 1983:442-443) adalah kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
Pimpinan hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya menciptakan komitmen untuk mencapai tujuan organisasi mengingat setiap tindakan manusia di dalam sistem manusia mempunyai pengaruh kepada orang lain di mana pun ia berada di dalam lingkungan tersebut. Berdasarkan berbagai faktor pendukung yang dapat membangun komitmen, maka diharapkan mampu membangun kepercayaan kepada pimpinan sehingga dapat diaktualisasikan sebagai outcomes komitmen organisasi.
Kesimpulan
Komitmen adalah sesuatu yang sangat penting pengaruhnya terhadap produktivitas organisasi. Komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan terbentuk apabila pimpinan mampu mendistribusikan kekuasaannya sehingga dapat diterima dan dipandang sebagai sesuatu yang dapat mendorong untuk terciptanya komitmen yang tinggi dari seluruh personel organisasi. Pimpinan yang memahami kompleksitas atau keanekaragaman kemampuan, sikap, serta perilaku dari personel organisasi akan dapat menjalankan strateginya dalam mempengaruhi bawahannya.
Terdapat tiga pendekatan untuk mempelajari perilaku kinerja personel, yaitu (1) pendakatan karakteristik bawahan personel (trait view), (2) pendekatan pandangan perilaku, (3) kombinasi kedua pendekatan tersebut secara lebih holistik atau menjadi paradigma. Interaksi antara personel dan organisasi (visi, misi, nilai, tujuan sistem, dan proses) akan berefek kepada perkembangan kultur organisasi. Komitmen organisasi merupakan instrumen penting untuk menilai personel, sebagai dasar untuk melakukan mutasi, promosi, pelatihan yang dibutuhkan, dan kompensasi yang adil bagi personel. Komitmen organisasi yang berkarakteristik kinerja tinggi diperlukan karena:
a. Manajemen haruus bertanggung jawab atas keberhasilan seluruh sistem
b. Komitmen organisasi akan mendukung penampilan prestasi kerja itu sendiri bila dikerjakan secara objektif dan tujuan komitmen organisasi adalah untuk meningkatkan produktivitas individu dan organisasi.
c. Personel pada dasarnya mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap seluruh sistem dan dimensi dalam organisasinya.

Daftar Pustaka
Blanchard, Kand S Johnson. (1982). The One-Minute Manajer. New York: Morrow.
Blummer, H. (1969). Symmbolic Interactionism: Perspective and methods. Eaglewood Cliff: Prentice Hall.
Baron, R.A. dan Greenberg, J. (1990). Behavior in Organization 3rd Edition. Understanding and Managing the Human Side of Work.
Dessler, Garry. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Prehallindo .
Garfield, C. (1989). Peak Performance. New York: Warner Book.
Luthans, Fred. (2002). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Company.
Laka-Mathebula, M.R. (2004). Modelling the Relationship Between Organizational Commitment Leadership Style, Human Resource management Practices and Organizational Trust. Faculty of Economic and Management Science: University of Pretoria.
Long, Ricchard J. (1998). Compensation in Canada: Strategy. Canada: Practise and Issue International Thomson Publishing (ITP Nelson).
Mink, Oscar G, Owen, Krrth Q, Barbara. (1993). Developing High Performance Perole. Massachussets: Wesley Publishing Company.
Robbins, Stephen. (2001). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Prehallindo.
Slocum, Jr. dan Hellriegel, D. (2001). Organizational Behavior 3rd Edition. USA: South Western College Publishing.
Steers, R.M. (1988). Motivation and Work Behavior 3rd Edition. USA: McGraw-Hill Book Company.
Susanto, A.B. (2002). Manajemen Aktual. Jakarta: PT. Grasindo.
Sutisna, O. (1993). Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Sweeney, Paul D. & McFarlin. (2002). Organizational behavior: Solutions for Management. New York: McGraw-Hill Company.


Riwayat Penulis:
Dr. Tita Meirina Djuwita, Dra., M.Si. adalah dosen Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten yang diperbantukan pada Universitas Nurtanio Bandung.

Tidak ada komentar: