Kamis, 15 Januari 2009

Kebijakan Strategis

BAB I
P
ENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada hakekatnya adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan hasil-hasil pembangunan, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional serta mengatur dan mengarahkan dengan bijaksana pergeseran kegiatan ekonomi antar sektor (Kodatie, 2005 : 41).

Sedangkan konsep pembangunan setidaknya harus memperhatikan dua faktor penting, yaitu kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan (suitanable development) yang secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, serta pembangunan tersebut harus berorientasi pada pelestarian lingkungan. Oleh karena itu kegiatan pembangunan pada dasarnya merupakan pemenuhan semua aspek kebutuhan kehidupan pada saat ini (present) dengan tanpa menimbulkan dampak negatif untuk saat yang akan datang.

Berdasarkan kriteria yang dijelaskan di atas, maka pelaksanaan pengelolaan pembangunan yang dijalankan pemerintah menuntut adanya tingkat profesionalitas tinggi, didasarkan pada perencanaan dan kebutuhan yang sesungguhnya (bottom up planning) serta bersifat mandiri. Dengan kata lain pemerintah harus mampu melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan yang lebih menyeluruh (comprehensif) dan terpadu (integrated). Meski begitu dalam praktinya pengelolaan sistem pembangunan dalam basis keterpaduan adalah sangat sulit mengingat adanya saling keterkaitan dan ketergantungan antar sistem, kerangka dan aspek rekayasa baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun lingkungan alam. Persoalan ini menuntut pemerintah merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis, yang didasarkan atas hasil kajian dan analisis mendalam terhadap berbagai persoalan agar solusi yang diambil adalah solusi yang terbaik, yang mampu menjawab setiap permasalahan.

Namun dalam perjalannya, pelaksanaan pembangunan sering menemui penyimpangan bahkan kegagalan. Banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain:

1. Ketidakmampuan pemerintah untuk menangkap atau mengidentifikasi setiap permasalahan yang timbul.

2. Ketidakmampuan pemerintah dalam merumuskan solusi atau alternatif kebijakan dari setiap permasalahan/isu yang timbul

3. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengimplementasikan setiap kebijakan yang telah dirumuskannya

4. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan/mengawasi setiap kebijakan yang dijalankannya

Disamping itu banyak lagi taktor-taktor yang menyebabkan kegagalan proses pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah seperti keterbatasan dalam masalah kelembagaan atau organisasi, terbatasnya sumber daya manusia, waktu serta sumber dana/pembiayaan pembangunan yang dimiliki. Atau bisa disebabkan oleh terlalu besarnya pengaruh/tekanan lingkungan eksternal seperti banyaknya pihak yang memiliki kepentingan sehingga merongrong setiap kebijakan yang telah dibuat, atau adanya kejadian posmoeujeur, sehingga proses pembangunan sulit dijalankan.

Hasil pengamatan terhadap beberapa kegialan proyek pembangunan yang dilaksanakan di instansi tempat penulis bekerja, didapatkan indikasi bahwa kualitas hasil pembangunan infrasrtukstur yang telah dilaksanakan dinilai masih rendah, haI ini dapat dilihat dari :

1. Tidak tercapainya mutu konstruksi dengan standar/spesifikasi yang telah ditentukan, (conformance dimension). Menurut Crosby (dalam Nasution, 2005 : 37), produk yang berkualitas adalah produk yang memenuhi atau sama dengan persaratan (conformance to requirements), sehingga kurang sedikit saja dari persyaratannya maka suatu produk atau jasa dapat dikatakan tidak berkualitas

2. Terdapat beberapa jenis kerusakan pasca 3-6 bulan pelaksanaan proyek yang menujukkan daya tahan umur hasil kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan kekuatan yang direncanakan (durability dimension), padahal umur rata-rata yang direncanakan adalah antara 5-10 tahun.

Belum optimalnya kualitas hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, saat ini sudah dapat dilihat dengan kasat mata, sehingga persepsi masyarakat terhadap kualilas hasil pembangunan tersebut menjadi kurang baik. hal-hal di atas menunjukkan masih rendahnya kualitas hasil pelaksanaan pembangunan tersebut, salah satunya disebabkan karena kegagalan dalam proses penyusunan kebijakan oleh para pengambil kebijakan. Oleh sebab itu untuk mengurangi kegagalan pelaksanaan pembangunan serta dapat melaksanakannya secara efektif dan efisien seperti telah dijelaskan di atas, maka proses pembangunan harus dijalankan melalui kebijakan yang terpadu dan terarah. Kebijakan dimaksud dapat diperoleh bila dalam prosesnya dilakukan melalui strategi kebijakan yang komprehensif, dalam arti proses penyusunan kebijakan dilakukan berdasarkan pengkajian, analisis dan perencanaan dengan melibatkan seluruh stakeholder dan pengaruh lingkungan eksternal lainnya, yang kemudian disinergikan dengan kemampuan dan kelemahan yang terdapat dalam internal organisasi pelaksana kebijakan tersebut.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Kebijakan Strategis

Dalam berbagai literatur ilmu administrasi, kebijakan disebut sebagai bagian dari dimensi strategis admintstrasi publik. Kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan untuk menentukan tujuan dan cara atau alternatif terbaik dala mencapai tujuan tersebut (T. Keban, Enam Dimensi Strategis Admmistrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu, 2004 : 10) Dimensi kebijakan berkenaan dengan keputusan tentang apa yang harus dikerjakan. Apabila dianalogikan, kebijakan adalah pekerjaan otak yang selalu memutuskan apa yang hendak dikerjakan agar jantung dan urat nadi (management) dan organ tubuh (organisasi) siap bergerak dan melaksanakan apa yang telah diputuskan. Sedangkan menurut Graycar (dalam Keban, 2004 : 55) kebijakan dapat dilihat sebagai suatu konsep filosifis, suatu produk, sebuah proses, maupun sebagai sebuah kerangka kerja.

Kenyataannya untuk memproses sebuah keputusan yang efektif dibutuhkan serangkaian prinsip, seperti prinsip rasionalitas, teknis maupun politis output dari proses tersebut dapat berupa keputusan tentang alternatif terbaik yang siap untuk diimplementasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mustopadidjaja (1993 112) yang menyatakan bahwa kebijakan merupakan produk dan sebuah proses pengambian keputusan yang tentu saja memerlukan bahan-bahan (input/masukan) yang umunya merupakan produk dari suatu proses baik teknis ataupun sosial-politis.

Kebijakan merupakan dimensi yang sangat penting, mengingat kedudukannya sebagai penentu tentang apa yang hendak dikerjakan. Sedangkan apa yang hendak dikerjakan harus didasarkan atas masalah, kebutuhan, atau aspirasi tertentu. Jadi tidak benar kalau suatu kebijakan diputuskan tanpa ada masalah, kebutuhan atau aspirasi yang nyata dan tentu saja tidak bisa didasarkan pada masalah atau kebutuhan yang dikarang pihak tertentu untuk memenuhi kepentingannya. Mengingat kebijakan bagian dari administrasi publik, maka yang menjadi perhatian adalah masalah, kebutuhan, dan aspirasi publik. Oleh karena itu agar kebijakan yang diambil menjadi sebuah solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, maka perlu dirumuskan suatu strategi dalam penyusuan kebijakan tersebut.

Siagian (2005 : 15) mengemukakan bahwa strategi adalah suatu istilah yang semula bersumber dari kalangan militer yang memiliki arti “kiat yang digunakan untuk memenangkan peperangan." Sebuah kemenangan adalah tujuan yang ingin dicapai dalam suatu peperangan, maka dapat diartikan bahwa strategi pada hakekatnya adalah suatu cara, kiat, atau siasat untuk mencapai tujuan. Pendapat Siagian sejalan dengan Echols (1996 : 560) yang menyatakan bahwa strategi (strategy) adalah "ilmu siasat dalam perang", sedangkan strategis (strategic) dimaknai sebagai suatu upaya yang dijalankan menurut siasat atau rencana. Dari pendapat ahli di atas dapat dibuat sebuah definisi bahwa yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah suatu proses pembuatan keputusan untuk penentuan tujuan dan cara atau alternatif terbaik dalam mencapai tujuan tersebut yang didasarkan pada siasat/kiat atau strategi tertentu.

Strategi kebijakan perlu dijalankan mengingat banyak faktor yang harus diperhatikan dan berpengaruh terhadap produk akhir sebuah kebijakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyusuan kebijakan tersebut adalah faktor eksternal — berupa pengaruh lingkungan, sosial-politik serta para stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap produk kebijakan, dan faktor internal seperti masalah kelembagaan, sumber daya manusia. masalah ketersediaan waktu atau masalah sumber biaya/anggaran.

B. Mekanisme Penyusunan Strategi Kebijakan

Strategi yang perlu dijalankan dalam penyusunan kebijakan menurut Nugroho (2004 : 74 ) adalah melalui tiga kegiatan pokok, yaitu perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bila digambarkan, strategi kebijakan tersebut adalah seperti terlihat di bawah ini:




Gambar 1.1 Strategi Penyusunan Kebijakan

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dasar dari sebuah penyusunan kebijakan adalah adanya isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat strategis, yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang, atau bahkan keselamatan bersama. Biasanya berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh perorangan dan menuntut adanya penyelesaian.

2. Isu tersebut kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Dalam perumusan kebijakan ini dimungkinkan melibatkan berbagai unsur yang memiliki kepentingan terhadap lsu/masalah tersebut dan nantinya seluruh keputusannya akan menjadi hukum bagi yang terkait dengan masalah tersebut.

3. Setelah dirumuskan kemudian kebijakan itu dijalankan baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun oleh pemerintah bersama-sama masyarakat.

4. Di dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru untuk penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar serta dijalankan dengan baik dan benar pula.

5. Implementasi kebiiakan bermuara kepada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pemanfaat.

6. Di dalam jangka panjang kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam bentuk dampak kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.

Kaitannya dengan implementasi, kebijakan yang telah ditetapkan kemudian diterjemahkan menjadi rangkaian kegiatan pokok yang kemudian dijabarkan ke dalam berbagai tugas pokok dan fungsi. Dengan demikian setiap kegiatan yang dilakukan atau setiap tugas yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau instansi pemerintah secara logis harus dalam rangka melaksanakan program atau kebijakan yang telah dirumuskan. Untuk mendukung berbagai tugas pokok dan fungsi diperlukan dukungan dari berbagai komponen dalam organisasi. Salah satu taktor utama yang mempengaruhi suksesnya implementasi kebijakan tersebut adalah kemampuan aparatur/pelaksana di tingkat bawah. Penempatan orang-orang yang memiliki kompetensi dalam menjalankan setiap kebijakan yang telah ditetapkan adalah faktor yang sangat penting.

C. Paradigma Kebijakan Pembangunan

Pada masa lalu hampir semua kegiatan pembangunan bersifat project oriented. Hampir semua pemimpin kegiatan pembangunan selalu menunggu pencairan dana dari pusat, terutama dana-dana pinjaman dari negara donor, World Bank, Asian Depelopment Bank, CGI dan donatur lainnya. Tidak perduli apakah proyek pembangunan yang diusulkan layak atau tidak, yang penting proyek berjalan bila dananya turun, dan pada akhir tahun anggaran harus habis. bila tidak habis maka dana menjadi hangus. Pemimpin kegiatan proyek yang dianggap berhasil adalah pemimpin yang dapat menyerap dana sebanyak-banyaknya dan pada akhir tahun anggaran tidak ada dana yang tidak terpakai alias hangus.

Kondisi tersebut telah mengakibatkan sering terjadi tumpang tindihnya program-program pemhangunan karena terjadi suatu program dibiayai oleh beberapa sumber dana. Atau pelaksanaan program pembangunan tidak dijalankan melalui perencanaan terpadu dan terarah. Adakalanya terjadi sebuah proyek pembangungan yang telah dilaksanakan tidak berfungsi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya kita pernah melihat pemerintah membuat sebuah pasar tradisional yang tidak dibarengi dengan fasilitas terminalnya, sehingga pasar tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat karena lokasi pasar tersebut dianggap tidak menguntungkan. Kasus lain adalah proyek pembuatan jalan atau jembatan di lokasi yang di sana terdapat tanah milik pejabat tertentu, sehingga pembangunan tersebut tidak memenuhi sasaran yang seharusnya. Kegagalan pembangunan seperti ini jelas sangat merugikan keuangan negara yang seharusnya dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Persoalan di atas dapat disiasati dengan dua cara yaitu pertama, melalui peningkatan efektivitas kegiatan pembangunan, agar pembangunan yang dijalankan betul-betul diarahkan untuk kepentingan masyarakat dan bukan kepentingan kelompok atau individu tertentu atau hanya sekedar untuk menyerap anggaran yang telah disediakan, dalam pengertian bahwa pembangunan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Peningkatan efektivitas kegiatan pembangungan akan berpengaruh terhadap pencapaian jumlah proyek/kegiatan yang dapat dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Siasat kedua adalah melalui peningkatan efisiensi anggaran pembangunan. Efisiensi anggaran dalam pembangunan jaringan jalan dan jembatan dapat dicapai bila kualitas produk pembangunan yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditentukan. Menurut Daniel (dalam Purnama, 2006:2) pencapaian kualitas produk akan menghemat dan menurunkan biaya. Hal ini dapat dipahami bahwa bila kualitas pembangunan dapat terjamin dengan baik maka akan menghemat biaya untuk pemeliharaan dan perbaikan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu lama, sehingga penghematan anggaran tersebut akan dapat digunakan untuk menambah jumlah proyek/kegiatan yang bisa dilaksanakan.

Tuntutan reformasi di segala bidang oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir-akhir ini telah membawa dampak terhadap perubahan paradigma penyelenggaraan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal tersebut ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan diperbahurui oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberikan harapan kepada daerah untuk dapat menjalankan otonomi daerah secara luas serta pembagian keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan antara tingkat pemerintahan.

Undang-undang tersebut memiliki tujuan bahwa otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya. meningkatkan kesejahtetaan masyarakat, menggalakan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. Dengan otonomi daerah kini pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas dalam hal pengambilan keputusan kebijakan. pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pemerintah Daerah sebagai administrator publik, kini memiliki kewenangan yang sangat strategis untuk membuat sejumlah kebijakan yang dapat diarahkan untuk melayani kepentingan warga masyarakat serta meningkatkan kesejahteraannya yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan mereka, yang pada masa lalu hal tersebut menjadi sesuatu yang sulit dilakukan mengingat sebagian besar kebijakan telah ditentukan oleh pemerintah pusat (top down planning).


BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Penyusunan Kebijakan Strategis

Seperti telah dijelaksan pada bab sebelumnya, terdapat tiga langkah pokok dalam penuyusunan kebijakan strategis, yaitu melalui perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah tersebut.

1. Perumusan Kebijakan

Menurut Nugroho (2004 : 1001) tahap perumusan kebijakan dalam strategi kebijakan merupakan inti dari dari penyusunan kebijakan, karena pada tahap ini dirumuskan mengenai batas-batas kebijakan itu sendiri. Adapun proses perumusan kebijakan adalah : identifikasi masalah, penentuan kriteria, identifikasi altematif kebijakan, evaluasi altematif kebijakan menetukan altematif kebijakan.

a. Identifikasi Masalah; pada tahap ini dilakukan pengumpulan sebanyak-banyaknya informasi tentang suatu masalah/isu yang berkaitan dengan kebijakan. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti indikator sosial, data sensus, laporan-laporan survey, jurnal, koran, laporan/usulan masyarakat, atau dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap sumber masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang paling penting untuk dijawab dalam tahap ini adalah : Apakah isu itu benar-benar merupakan masalah ? Siapakah sasarannya ? Apa alasannya atau buktinya ? Apakah masalah tersebut sangat mendesak ?Apakah akibat negatif yang signifikan bila masalah itu tidak segera diintervensi ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat para perumus kebijakan tidak hanya berfikir lebih rasional tetapi lebih etis.

b. Penentuan Kriteria; pada tahap ini adalah penentuan prioritas masalah yang akan segera dipecahkan melalui berbagai kriteria, pertimbangan logis dan rasional. Pertanyaan-pertanyaan penting pada tahap ini adalah : Apa yang seharusnya menjadi tujuan jangka panjang (goals) dan jangka pendek (objectives) atau targetnya ? Apakah hubungan antara tujuan-tujuan tersebut dengan masalah yang perlu dipecahkan sudah logis ? Apabila ya, bagaimana mengangkat masalah tersebut secara persuasif ke suatu forum agenda kebijakan publik supaya mendapat perhatian yang luas dan serius ? Oleh sebab itu masalah yang disusulkan harus didasarkan pada informasi atau data yang bebas dari rekayasa (data riil dan pasti)

c. Identifikasi Alternatif Kebijakan; Apabila masalah tersebut telah disetujui untuk dipecahkan, maka pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab adalah sebagai berikut: Model-model atau teori-teori apa yang mampu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, dan berdasarkan analisis tersebut, selanjutnya dikembangkan alternatif-alternatif kebijakan. Pertanyaan penting yang harus dijawab daIam tahap ini adalah apakah ada hubungan logis antara setiap alternatif dengan tujuan yang hendak dicapai?

d. Evaluasi Alternatif Kebijakan; Menurut Quade ( dalam Keban, 2004 : 66), evaluasi atau seleksi alternatif kebijakan ini merupakan tahap yang sangat vital. Dalam tahap ini, para perumus kebijakan akan melakukan seleksi dan evaluasi yang terbaik terhadap alternatif-alternatif untuk diajukan kepada pengambil keputusan (policy makers). Untuk menyeleksi alternatif kebijakan yang ada secara efektif, diperlukan kriteria atau standar yang logis dan rasional.

e. Penentuan Alternatif kebijakan; Tujuan dari penentuan alternatif kebijakan ini adalah agar semua keuntungan dan kerugian, kesulitan dan kemudahan, dampak positif dan negatif hasil berupa output dan outcome dapat terungkap dengan jelas dan transparan. Teknik yang paling praktis untuk memilih atau merekomendasikan suatu alternatif kebijakan adalah dengan menggunakan sistem scoring atau sistem rangking. Perlu diperhatikan bahwa proses penentuan alternatif kebijakan harus selalu berfikir rasional, demokratis, dan transparan terhadap semua alternatif yang ada. Mereka yang memberi penilaian harus benar-benar orang yang memiliki pengalaman dan mencoba melibatkan semua yang memiliki kepentingan terhadap masalah tersebut.

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program. Dalam tahap ini seorang administrator dimungkinkan untuk mengorganisasikan, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Mengorganisasikan berarti mengatur sumber daya, unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakn program. Menginterpretasi berkenaan dengan menerjemahkan bahasa program ke dalam rencana-rencana dan petunjuk-petunjuk yang dapat diterima dan fleksibel. Menerapkan kebijakan berarti menggunakan instrumen-instrumen, atau memberikan pelayanan rutin, melakukan pembayaran. Dengan kata lain implementasi merupakan upaya merealisasikan tujuan-tujuan program. Menurut Nugroho (2004 : 164), terdapat empat kegiatan dalam tahap implementasi kebnijakan yaitu:

a. Membuat prosedur Implementasi: pada tahap ini dilakukan penyusunan prosedur, langkah-langkah dan peraturan untuk memudahkan pelaksanaan implementasi kebijakan. Selain itu dilakukan penyesuaian mengenai struktur organisasi dengan strategi atau kebijakan yang telah dirumuskan.

b. Alokasi Sumber Daya; pada tahap ini dilakukan pengorganisasian seluruh sumber yang ada dalam organisasi. Di antaranya adalah desain organisasi dan struktur organisasi, pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan, integritas dan koordinasi, perekrutan dan penempatan sumber daya manusia, penetapan anggaran, penetapan target waktu penyelesaian, penentuan hak, wewenang dan kewajiban, pendelegasian, pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusia.

c. Penyesuaian Prosedur dengan Sumber Daya; hal penting yang harus dilakukan pada tahap ini adalah desain mengenai prosedur pelaksanaan kebijakan harus didasarkan pada kemampuan dan kelemahan sumber daya yang tersedia pada organisasi. Selain itu para manajer harus mampu mengalokasikan pembiayaan dan penempatan orang-orang didasarkan pada perhitungan dan ketentuan yang sudah baku.

d. Pengendalian Kegiatan; pada tahap ini dilakukan penentuan sejumlah instrumen dan desain pengendalian atau pengawasan terhadap seluruh program kegiatan yang dijalankan, penyusunan sistem informasi manajemen, pengendalian terhadap anggaran atau keuangan serta penyelenggaraan audit oleh konsultan yang berpengalaman.

3. Evaluasi Kebijakan

Sebuah kebijakan publik harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan itu disebut sebagai "evaluasi kebijakan". Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan sebuah kebijakan guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya, dan sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Nugroho (2004 : 184) sesunggunya evaluasi kebijakan mempunyai tiga lingkup makna, yaitu evaluasi perumusan kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan dan evaluasi lingkungan kebijakan. Oleh karena ketiga komponen tersebutlah yang menentukan apakah kebijakan akan berhasil guna atau tidak. Namun demikian berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan dengan kinerja dan kebijakan. khusunya pada implementasi kebijakan Secara umum Dunn (dalam Nugroho, 2004 : 186) menjelaskan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan sebagai berikut:

Tipe kriteria

Pertanyaan

Ilustrasi

Efektivitas

Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

Unit pelayanan

Efisiensi

Seberapa besar usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

Unit biaya, manfaat bersih, cost-benefit ratio.

Kecukupan

Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan dapat mencegah masalah?

Biaya tetap, efektivitas tetap

Peralatan

Apakah manfaat didistribusikan secara merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?

Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor-Hicks, Kriteria Rawls

Responsivitas

Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan referensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Konsistensi dengan survey warga negara

Ketepatan

Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Program publik harus merata secara efisien

Menurut Wibawa (dalam Nugroho, 2004 : 186) evaluasi kebijakan publik memiliki empat fungsi, yaitu :

a. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realisasi pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamati

b. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaksana, baik birokrasi mapun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

c. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar benar sampai ke tangan kelompok-kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

d. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.


BAB IV

PENUTUP

Dari paparan dan penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pembangunan pada dasarnya adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan hasil-hasil pembangunan, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan lainnya. Oleh sebab itu kegiatan pembangunan pada hakekatnya merupakan pemenuhan semua aspek kebutuhan kehidupan pada saat ini (present) tanpa menimbulkan dampak negatif untuk saat yang akan datang.

2. Mengingat pelaksanaan pembangunan dihasilkan dari sebuah kebijakan, maka proses penentuan kebijakan menjadi suatu yang sangat strategis dan penting. Kebijakan merupakan dimensi yang sangat penting, mengingat kedudukannya sebagai penentu tentang apa yang hendak dikerjakan. Sedangkan apa yang hendak dikerjakan harus didasarkan atas masalah, kebutuhan, atau aspirasi tertentu. Jadi tidak benar jika suatu kebijakan diputuskan tanpa ada masalah, kebutuhan, atau aspirasi yang nyata dan tentu saja tidak bisa didasarkan pada masalah atau kebutuhan yang dikarang pihak tertentu untuk memenuhi kepentingannya. Oleh karena itu agar kebijakan yang diambil menjadi sebuah solusi terhadap herbagai masalah yang dihadapi masyarakat, maka perlu dirumuskan suatu strategi dalam penyusuan kebijakan tersebut.

3. Kebijakan strategis adalah suatu proses pembuatan keputusan untuk penentuan tujuan dan cara atau alternatif terbaik dalam mencapai tujuan tersebut yang didasarkan pada siasat/kiat atau strategi tertentu. Ada tiga strategi dalam penyusunan kebijakan, yaitu melalui perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

4. Pemerintah Daerah sebagai administrator publik, dalam era otonomi daerah kini memiiiki kewenangan yang sangat strategis untuk membuat sejumlah kebijakan yang dapat diarahkan untuk melayani kepentingan warga masyarakat serta meningkatkan kesejahteraannya yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan mereka. Melalui penyunan strategi kebijakan diharapkan dapat dicegah terjadinga penyimpangan atau kegagaian dalam pelaksanaan pembangunan.


DAFTAR PUSTAKA

Bryant, Corale, Louise G. White. (1989). Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Jakarta: LP3ES.

Islami, Irfan. (2004). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebjaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Keban, T. Yerimias. (2004). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, Isu. Yogyakarta: Gava Media.

Kodatie, Robert J. (2005). Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, M.N. (2005). Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nugroho, Riant D. (2004). Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia.

Purnama, Nursya'bani. (2006). Manajemen Kualitas, Perspektif Global. Yogyakarta: Ekonisia.

Siagian, P. Sondang. (2005). Manajemen Strategis. Jakarta: Bumi Aksara.

Sobandi, Baban. (2004) Etika Kebijakan Publik, Moralitas Profetis dan Profesionalisme Aparat Birokrasi. Bandung: Humaniora.

Mustapadidjaja, Bintoro Tjokroamidjojo. (1988) Kebijaksanaan dan Admnistrasi Pembangunan, Perkembangan, Teori, dan Penerapan. Jakarta: LP3ES.

2 komentar:

Amisha mengatakan...


Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Anonim mengatakan...

Daftar Situs Slot Online Joker123 - Shootercasino
Game slot online pragmatic play slot pragmatic play free demo game pragmatic play slot pragmatic play online pragmatic 제왕카지노 slot pragmatic play pragmatic pragmatic worrione slots choegocasino pragmatic play