Sabtu, 26 April 2008

KETERKAITAN MODERNISASI
DAN PENGEMBANGAN BUDAYA NASIONAL


Oleh : Dr. Tita Meirina Djuwita, M.Si


Abstraksi

Modernisasi dapat diartikan sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.
Modernisasi sebagai kekuatan yang menentukan dalam pembangunan bangsa harus diintegrasikan dalam konteks pembangunan secara menyeluruh dan berkelanjutan yang terkait dengan aspek kebudayaan. Adapun posisi modernisasi dalam perspektif budaya nasional adalah bersifat menentukan dalam pembangunan bangsa.
Budaya nasional memandang modernisai sebagai proses transformasi nilai pada suatu bangsa. Oleh sebab itu penerapannya dan pemanfaatannya harus diarahkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

A. Pengertian Modernisasi dan Budaya Nasional
Semua bangsa didunia terlibat dalam proses modernisasi. Dalam arti yang sempit, modernisasi dalam suatu masyarakat ditandai dengan pergantian teknik produksi dari cara-cara tradisional kecera-cara modern. Manifestasi pengertian ini, diwujudkan di Inggris pada abad ke 18 yang disebut dengan revolusi industri. Akan tetapi revolusi industri merupakansuatu bagian saja dari suatu proses yang lebih luas, dimana modernisasi diartikan sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya. Dalam pengertian ini terkandung adanya penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas atau kepada semua aspek kehidupan masyarakat. Transfomasi pengetahuan merupakan faktor terpenting dalam proses modernisasi bertolak dari gagasan bahwa masyarakat itu lebih kurang modern, apabila lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam hal ini tidak menyangkut hanya pengetahuan teknik atau ekonomi semata, melainkan mencakup semua aktiitas masyarakat (schoorl, 1988 : 1-4). Pengertian modernisasi ini juga mencakup aspek budaya secara luas, dimana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan kompleks yang secara material menyangkut aspek-aspek ekonmi, politik, sosial dan pandangan hidup, atau meliputi unsur-unsur universal yaitu bahasan, sistem teknologi, sistem mata pencaharian organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Seluruh unsur itu disebut Tylor sebagai kebudayaan, sejauh secara formal merupakan ekspresi kehidupan manusia (Poespwardjojo, 1989: 64-65). Pengertian kebudayaan dalam konteks modernisasi dapat juga diartikan sebagai realisasi kemampuan-kemampuan manusia yaitu sebagai pengembangan segala bakat, kemungkinan, dan kekuatan kodrat, terutaam kodfrat dalam diri manusia dibawah pembinaan akal budi. Dalam hal ini, kebudayaan terwujud dalam proses belajar selama hidup atau dengan kata lain kebudayaan terlihat dalam dinamika serta proses realisasinya menuju kedewasaan manusai (Zoetmulder dalam Poespowardojo, 1989: 64).
Kebudayaan dalam visi modernisasi juga dapat diartikan sebagai suatu strategi, dalam arti suatu proses yang perlu dikelola dan diarahkan. Disini manusia secara sadar mencoba mencapuri perkembangan kebudayaan agar berjalan sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bermakna dan baik. Artinya kebudayaan adalah penilaian terhadap proses perkembangannya sendiri dengan membuka jalan baru, menjalankan pembaharuan, dan perbaikan kehidupan masyarakat. Disini kebudayaan bukanlah sekedar rangkaian peristiwa sejarah, melainkan juga merupakan bentuk-bentuk jawaban yang sadar terhadap masalah dan tantangan jaman (Van Peursen dalam Poespowardojo, 1989 : 64-65).
Ketiga pengertian kebudayaan dalam konteks modernisasi yang telah dikemukakan tidaklah harus dianggap sebagai alternatif yang harus dipilih secara terpisah, meainkan tiga aspek atau fungsi kebudayaan yang relevan untuk diperhatikan dalam membahas dampak modernisasi dalam kehidupan masyarakat suatu bangsa secara luas, dimana setiap kebudayaan terwujud dan berkembang dalam kondisi tertentu. Adapun pengertian kebudayaan nasional pada hakikatnya berkaitan dengan eksistensi kita sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, secara material kebudayaan nasional menunjukkan pertemuan bentuk budaya diantara masyarakat yang majemuk dan heterogen, yang menjadi modal dasar serta tumpuan budaya bangsa secara bersama. Namun secara formal kebudayaan nasional berfungsi untuk menjaga kelestarian, eksistensi bangsa dengan menumbuhkan identitas, mendorong dan memelihara integritas nasional, serta memberikan dinamika kehidupan bangsa. Dengan memperhatikan ketiga fungsi ini, kebudayaan nasional sudah seharusnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan modernisasi dalam pembangunan bangda dan juga termasuk proses pelaksanaannya (Poespowardojo, 1989:65).
Ikhtisar Kroeber dan Kluckhon menunjukkan bagaimana banyak segi dan unsur dari pengertian kebudayaan yang tak bisa terlepas dari pengaruh modernisasi. Tak dapat ditolak bahwa dalam kebudayaan ada fungsi normatif, bahwa kebudayaan terjadi dari berbagai unsur, bahwa kebudayaan itu warisan sosial, dan bahwa kebudayaan itu adalah hasil kelakukan manusia (Alisjahbana, 1985:208) yang dinamis dalam menjawab dan menyelesaikan kebutuhan dan permasalahan jaman yang terus berubah. Dengan kata lain, zaman yang terus mengalami proses transformasi dari satu era sebelumnya ke era selanjutnya.

B. Persepsi Budaya Terhadap Modernisasi
Modernisasi merupakan usaha suatu bangsa melakukan proses transformasi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Dalam pengertian ini hakekat yang bermakna adalah transformasi nilai, dimana nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga oleh manusia sebagai individu atau masyarakat serta dijadikan acuan tindakan maupun pengaruh arah hidup (Sutrisno, 1977).
Persepsi budaya terhadap modernisasi pada hakekatnya adalah menjawab pertanyaan dasar pada proses tranformasi nilai, yaitu dimana nilai itu ditumbuhkan dan dibatinkan? Jawabannya terletak peda kebudayaan yang dihayati sebagai jagat makna hidup dan diwacanakan serta dihayati dalam jagat simbol.
Sebenarnya modernisasi yang selalau terkait dengan proses transformasi nilai dalam segala aspek kehidupan manusia selalu dikaitkan dengan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, modernisasi adalah penerapan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, modernisasi hany akan berkembang sejauh didukung oleh sikap-sikap budaya yang mampu memberikan kondisi yang mengimbanginya. Artinya seuatu proses modernisasi memerlukan proses penyesuaian budaya.
Secara historis, awal modernisasi di Indonesia sejak jaman penjajahan dengan tujuan untuk memperkuat sistem penjajahan itu sendiri. Proses ini berjalan terus sampai bangkitnya reaksi kelompok intelektual yang mulai mengungkapkan pandangan dan wawasannnya dalam polemik kebudayaan sekitar tahun 1930-an (Poeswardojo, 1989: 66).
Polemik kebudayaan pada hakekatnya menunjukkan kesadaran bahwa kemajuan bangsa dimasa depan menuntut sikap-sikap budaya baru secara mendasar. Terdapat dua pendapat yang berbeda polemik kebudayaan. Pendapat pertama menyatakan bahwa kebudayaan nasional sebaiknya merupakan ciptaan baru yang berorientasi pada kebudayaan barat (pendapat S. Takdir alisyahbana sebaliknya pendapat kedua (KH. Dewantara) beranggapan bahwa kebudayaan nasional seharusnya berakar pada kebudayaan masa lalu, yaitu kebudayaan suku-suku di bangsa di daerah (Koentjaraningrat, 1982:354). Dari perbedaan pendapat dalam polemik kebudayaan ini, terlihat bahwa persepsi kebudayaan nasional terhadap modernisasi merupakan pencarian jawaban pada pendapat mana kebudayaan nasional harus dominan: Barat atau Timur?
Pencarian jawaban yang dihadapkan pada pilihan dualistik mencerminkan seakan-akan ada anggapan bahwa kebudayan Timur menghambat kemajauan, sedangkan masuknya kebudayaan Barat akan merusak kebudayaan Timur. Dalam kesempatan jawaban ini, sebenarnya perspektif budaya terhadap modernisasi haruslah bersifat luas dengan memberikan jawaban diluar konteks Barat atau Tmur, melainkan sebagai suatu proses akulturasi. Artinya, berlawanan antara Barat dan Timur menunjukkan adanya dua kelemahan. Pertama, kurangnya pemahaman tentang sistem nilai budaya yang sedang berjalan sehingga begitu saja dinilai bertentangan dengan modernisasi. Kedua, tidak adanya analisis struktural yang menunjukkan bahwa struktur masyarakat penjajahlah yang tidak memungkinkan bangsa Indonesia berkembang untuk menguasai proses transformasi dan bukan sistem budaya masyarakat yang an sich.

C. Pengaruh Modernisasi Terhadap Pembangunan Budaya
Modernisasi merupakan suatu kekuatan besar dalam proses pembangunan suatu bangsa, yang diarahkan sebaga transformasi terancam untuk mewjudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Modernisasi tidak terlepas dari kehidupan manusia, meiankan terlibat aktif dalam segala aspek kehidupannya, yang dimulai dengan menentukan cara berproduksi serta mengatur cara dan pola tingkah lakunya. Modernisasi dengan kata lain adalah “perpanjangan badan manusia”. Antara modernisasi dan manusai terdapat perpaduan yang erat sekali, dalam perpaduan inilah manusia harus lebih mampu enyeduaikan diri dengan keadaan sekitarnya (adaptasi) dan sebaliknya mengubah keadaan sekitarnya untuk disesuaikan dengan kebutuhannya (organisasi). Dengan nuansa modernisai, manusia diharapkan mampu memberi makna baru pada kenyataan atau memberikan perspektif baru kepadanya.
Dalam perkembangan budaya, ternyata modernisai bukan saja lanjutan badan manusia. Dalam modernisasi, manusia lebih dimungkinkan untuk menampilakn dirinya sendiri (individulistis).
Dalam kemajuan abad ke 20-an kini, modernisasi cenderung tampil sebagai kekuatan otonom terhadap manusia. Dengan demikian, modernisasi disatu pihak mempunyai kekuatan manipulatif terhadap alam dan kebutuhan manusia (Herbert Marcuse dalam Poespowardojo, 1989:68) dan dilain pihak mampu menggeser hubungan sosial dan kedudukan manusia itu sendiri. Kekuatan itu mampu menjangkau manusia secara ekstensif dan mengubah pola budayanya secara intensif, situasi ini menimbulkna kesenjangan yang membawa implikasi baru yaitu terciptanya “disintegrasi sosial” baik secara individual maupun sosial yang mudah membuat masyarakat terkotak-kotak. Lebih jauh lagi implikasi yang muncul adalah terjadinya “konflik nilai”.
Kurangnya proses internalisasi dan penyadaran nilai-nilai akibat kekuatan otonom modernisasi terhadap manusia menyebabkan terjadinya ‘pendangkalan nilai”. Khususnya nilai moral dan etika sosial. Keadaan ini semakin didedak oleh banjirnya materi dan peralatan mutakhir dalam modernisasi sehingga memunculkan dampak pada tumbuhnya gejala-gejala isorientasi budaya yang melanda kota-kota dan selanjutnya menjadi panutan bagi pedesaan. Gejala ini menimbulkna berbagai bentuk cara dalam kehidupan masyarakat, sedangkan perubahan strategi mulai muncul, dengan menimbulkan berbagai krisis.

D. Modernisasi dalam Perspektif Budaya Nasional
Kedudukan modernisasi dalam perspektif budaya nasional adalah bersifat menentukan bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu pemanfatan dan penerapannya harus juga memberikan dampak struktural , yaitu ikut mewujudkan nilai-nilai dasar sebagaimana dpaat ditarik dari orientasi nilai pada landasan idealnya (Pancasila) ataupun mencegah terjadinya gejala-gejala yang bertentangan dengan orientasi nilai-nilai dasar sesuai landasan idealnya dalam peri kehidupan masyarakat.
Budaya nasional juga memandang modernisasi sebagai fungsi instrumental dari proses transformasi nilai pada suatu bangsa. Oleh karena itu, penerapan serta pemanfaatan harus diarahkan sedemikian rupa, sehingga ikut meningkatkan kualitas hidup manusia. Modernisasi akhirnya harus mencerminkan wadah yang manusiawi. Dengan demikian, penerapan modernisasi harus dilatar belakangi dan bahkan didasari oleh orientasi yang kuat dalam masyarakat. Untuk itu, dalam menghadapi berbagai benturan dan konflik nilai, yang mau tidak mau terjadi dalam proses modernisasi, perlu dilakukan institusionalisasi nilai-nilai yang berlandaskan berpedoman pada landasan ideal nilai-nilai masyarakat suatu bangsa (Pancasila), baik sebagai warga negara bangsa sebagai pelakau individual, maupun dalam pola-pola serta hubungan-hubungan sosial sebagai struktur.
Poespowardojo dalam bukunya Strategi Kebudayaan. Suatu Pendekatan Filosofis (1989: 71-72) mengajukan, tiga analisis dari nilai-nilai dasar dari perspektif budaya nasional terhadap modernisasi. Pertama penerapan modernisasi haruslah sedemikian rupa mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat. Kesadaran yang nyata akan adanya pemerataan kesejahteraan akan mengurangi bentuk-bentuk kesenjangan dan ketergantungan yang terjadi dalam hubungan dalam lapisan masyarakat. Dengan sendirinya hal ini akan mendorong terjadinya integrasi nasional yang tumbuh dari dalam. Dengan demikian, pengkotakan sosial akan berkurang dan bahkan menumbuhkan kohesi serta persatuan nasional. Keadaan ini lebih lanjut mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat secara spontan dalam usaha perbaikan proses pembangunan pada umumnya dan secara khusus pada pembangunan budaya nasional.
Kedua, penerapan modernisasi adalah diarahkan untuk mendorong pertumbuhan warga bangsa baik secara individu dalam dimensi sosial-religinya (dilihat dari segi being). Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut akan membuka perspektif baru kearah keanekaragaman hidup, dimana masing-masing warga bangsa dapat mengembangkan bakat dan merealisasikan potensi pribadinya. Dengan demikian terjadilah persamaan derajat yang terwujud secara nyata dalam kehidupan demokratis. Kehadiran positif nilai-nilai dasar tersebut merupakan tahap serta unsur menuju terwujudnaya kemandirian kehidupan bangsa yang makin berlandaskan pada kekuatan sendiri, kritis, dan kreatif, yang ditumbuhkan dan dibatinkan melalaui kebudayaan nasional.
Ketiga adalah mengarahkan pemanfaatn agar mendorong terwujudnya keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat, yaitu terciptanya struktur proses kehidupan sosial yang memungkinkan setiap warga bangsa menjalankan hak dan kewajibannya. Lebih jauh dengan tumpuan kadilan sosial ini akan menciptakan stabilitas nasional.
Semua rangkaian nilai-nilai dasar yang menjadi landasan ideal, yang tercakup dalam kebudayaan nasional, akan menjamin pula daanya keseimbangan serta dinamika peningkatan kualitas hidup manusia yang terwujud baik dalam skala individual sebagai pelaku dan sasaran dari modenisasi, maupun dalam nilai dan hubungan sosial sebagai struktur, yang semuanya tercakup dalam kebudayaan.

E. Penutup
Modernisasi sebagai suatu proses transfomasi nilai dalam segala aspek kehidupan manusia sebagai pribadi dan warga bangsa sangat memegang peranan sebagai salah satu unsur dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, kebijaksanaan modernisasi tidaklah boleh dipandang sebagai unsur pembangunan yang terlepas dari unsur-unsur lainnya, sehingga dibiarkan mengikuti gerak dan kecendrungannya sendiri. Modernisasi sebagai kekuatan yang menetukan dalam pembangunan bangsa haruslah diintegrasikan dalam konteks pembangunan secara menyeluruh dan dikendalikan dalam perspektif budaya. Sebab kebudayaan pada hakikatnya merupakan suatu keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Alisyahbana. 1986: 207).
Persepsi dan kebijaksanaan kebudayaan nasional bersifat luas dan mempunyai kedudukan serta peranan yang sangat menentukan dalam proses modernisasi sebagai usaha pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya kebudayaan nasional mendapatkan penghargaan dan tempat yang wajar dalam sistem atau struktur perencanaan dalam pengelolaan pembangunan nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S. Takdir. 1986. Antropologi Baru, PT. Dian Rakyat, Jakarta
Koentjaraningrat, 1982. Masalah-Masalah Pembangunan, Bunga Rampai Antropologi Terapan. LP3S, Jakarta
Poespowardoyo, Soerjanto, 1989. Strategi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Filosofis. PT. Gramedia. Jakarta
Schoorl, J.W. 1988. Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang. PT. Gramedia, Jakarta
Sutrisno, Mudji. 1997. Tranformasi? Artikel Pada Harian KOMPAS, Selasa 6 Mei 1997 Hal. 4.


Riwayat Penulis
Dr. Tita Meirina Djuwita, Dra, Msi adalah Dosen Kopertis Wilayah IV Jabar dan Banten DPK pada Fisip Universitas Nurtanio Bandung.