Kamis, 15 Mei 2008

Motif Berprestasi

Motif Berprestasi dan Produktivitas Kerja Pegawai

Oleh: Dr. Tita Meirina Djuwita, Dra., M.Si.

Abstrak



Pegawai yang mempunyai motif berprestasi selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dibanding dengan pegawai lain dan berusaha melampaui standar keunggulan yang diterapkan. Selain itu pegawai yang memiliki motif berprestasi yang tinggi senantiasa mempunyai dorongan untuk belajat gigih guna mencapai prestasi kerja istimewa (standard of exelent). Hubungan antara motif berprestasi dan produktivitas kerja sangatlah berkaitan erat sebab dorongan motif berprestasi yang tinggi dapat mendorong pegawai untuk berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.

A. Pendahuluan
Pengalaman atau kegagalan akan mempengaruhi affective state seseorang. Individu yang mengalami keberhasilan dalam mengerjakan tugas akan berusaha untuk kembali memperoleh keberhasilan pada tugas berikutnya dan begitu pula sebaliknya, individu yang mengalami kegagalan akan kembali mengulang kegagalan tersebut dalam pekerjaan selanjutnya (McClelland, 1953:157-158). Dengan kata lain sebuah pengalaman akan mempengaruhi kekuatan motif berprestasi seseorang.
Motif berprestasi muncul ketika individu menyadari bahwa tindakannya akan dinilai. Adapun dalam bertingkah laku, individu dihadapkan pada tantangan di mana individu akan menilai kemampuan sendiri dalam menghadapi tantangan tersebut dan akan memperkirakan keberhasilan atau kegagalan yang akan diraihnya. Pada dasarnya individu akan cenderung untuk melakukan tingkah laku yang menimbulkan rasa aman dan menghindari rasa tidak aman yang dapat menimbulkan rasa cemas.
Seseorang yang mempunyai motif berprestasi tinggi akan menyukai tantangan dan lebih berani menganggapi tindakan yang akan diambilnya berhasil daripada seseorang yang motif berprestasinya rendah. Dengan demikin dapat dikatakan bahwa individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi menyukai kesenangan dalam berprestasi dan lebih berani dalam mengambil resiko dalam tingkah lakunya.
Motif berprestasi merupakan dorongan untuk menggapai prestasi yang berkaitan dengan standar keunggulan yang telah dievaluasi. Individu yang memiliki motivasi untuk berprestasi dan menampilkan perilaku untuk mencapai prestasi berkeinginan untuk unggul atas dirinya sendiri dan orang lain. Hal tersebut berarti bahwa ia ingin melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang telah ia kerjakan sebelumnya atau lebih baik daripada orang lain. Motif berprestasi berarti upaya untuk berkompetensi dengan suatu standar. Dengan demikian motif berprestasi diharapkan termanifestasi dalam perilaku untuk berprestasi.
Individu yang didominasi oleh motif berprestasi dapat menggunakan waktunya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya, memikirkan berbagai usaha untuk meningkatkan prestasi kerja atau kemajuan kariernya dengan tidak hanya memikirkan tujuannya dalam berprestasi, melainkan juga memikirkan bagaimana tujuannya itu dapat tercapai, hambatan apa yang mungkin terjadi, dan bagaimana perasaannya jika gagal ataupun berhasil. Ia akan lebih berorientasi pada tugas, menyukai tugas-tugas yang memiliki tantangan, lebih percaya diri, serta tidak bergantung pada orang lain. Motif berprestasi dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan individu dalam pekerjaannya. Motif berprestasi ini dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan individu dalam hal prestasi belajar di sekolah, pekerjaan, atau di dalam kompetisi olah raga.
Individu yang memiliki motif berprestasi tinggi akan menampilkan karakteristik tingkah laku sebagai berikut:
1. Dalam menentukan tujuan prestasinya, ia lebih menyukai pekerjaan yang menantang keahlian dan kemampuannya, serta mamilih pekerjaan dalam situasi yang mengandung resiko sedang (moderate risk), artinya ada tantangan namun masih bisa diatasi.
2. Berusaha memperoleh umpan balik atas perbuatan yang dilakukannya.
3. Menyukai memperoleh pekerjaan yang menuntut tanggung jawab pribadi dalam mencapai tujuannya
Motif berprestasi merupakan satu di antara tiga motif sosial yang mendasari tingkah laku individu dalam mencapai tujuan yakni di samping motif afiliasi dan motif untuk berkuasa. Motivasi ini berasal dari dalam maupun dari luar diri individu yang mendorong peningkatan produktivitas kerjanya sesuai standar yang ditetapkan. Motivasi ini dapat dipelajari dalam hubungan seseorang dengan orang lain di dalam berbagai situasi dan perilaku standar-standar keunggulan. Dalam situasi yang menuntut prestasi, individu akan terdorong untuk menunjukkan tingkah laku tertentu atau berusaha keras untuk mencapai prestasi yang memenuhi standar keunggulan. Keberhasilan individu dalam mencapai tujuan akan semakin meningkatkan motivasinya untuk berprestasi.

B. Pengertian motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi merupakan suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi timbul karena adanya motif dalam diri seseorang. Motif merupakan daya pendorong keinginan, kebutuhan, dan kemauan yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan berbuat dengan tujuan tertentu. Harsey et al (1986:27) mengemukakan: “motives are sometimes defined as needs, wants, drives or impulse within the individual”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sementara itu Berelson dan Steiner dalam Koontz, dkk. (1996:115) mengemukakan sebagai berikut:
Motif sebagai suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengakibatkan, atau menggerakkan (karena adanya ‘motivasi’), dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Dengan perkataan lain ‘motivasi’ adalah istilah umum yang mencakup keseluruhan golongan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis.
Uraian tersebut mengisyaratkan adanya hubungan yang sangat erat antara motif dan motivasi. Motif merupakan dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja pegawai, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organiasi.
Motivating yang diterjemahkan menjadi pemotivasian merupakan salah satu fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang dapat disetarakan dengan pemotivasian adalah actuating (penggerakkan), commanding (pemberian komando), dan directing (pemberian bimbingan). John F. Mee dan Siagian adalah dua ahli yang memasukkan istilah motivating (pemotivasian) ke dalam fungsi manajemen. Siagian (1997:129) memberi beberapa alasan atau pertimbangan sebagai berikut:
1. Motivating secara implisit berarti bahwa pimpinan organiasi berada di tengah-tengah para bawahannya dan dengan demikian dapat memberikan bimbingan dan instruksi, nasihat dan koreksi jika diperlukan. Dengan demikian pemimpin yang menjalankan fungsi motivating tidak hanya akan memerintah dan menempatkan diri terlalu jauh di atas bawahan (commanding), tidak mengesankan diri berada di samping bawahan namun tidak terlibat secara langsung (directing), tidak juga hanya mendorong dari belakang (actuating).
2. Secara implisit istilah motivating telah mencakup adanya usaha untuk mensinkronisasikan tujuan organiasi dan tujuan-tujuan pribadi dari para anggota organiasi.
3. Secara eksplisit dalam pengertian ini juga jelas terlihat bahwa para pelaksana operatif dalam memberikan motivasi sangat memerlukan berbagai stimulus.
Dengan demikian melalui pemotivasian diharapkan seorang pemimpin dapat memilih cara terbaik untuk mengusahakan agar bawahannya selalu berprestasi secara optimal untuk kepentingan organiasi.
Motivasi berprestasi berarti “...doing something well or doing something better than it had been done before, more efficiently, more quickly with labor, with a better result” (McClelland, 1953:116). Berdasarkan definisi tersebut individu yang memiliki motif berprestasi mau berbuat lebih baik dari orang lain atau mengerjakan sesuatu secara lebih baik daripada yang sebelumnya. Dalam rumusan lain yang lebih singkat McClelland (1953:111) mengatakan bahwa motif berprestasi berarti keinginan untuk bersaing untuk mencapai keberhasilan dengan beberapa standar keunggulan.
Clifford T. Morgan (1986:282) mengemukakan bahwa motif berprestasi adalah motif untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit untuk menyaingin dan mengungguli orang lain. Roger dalam Surya (1957) mendefinisikan motif berprestasi sebagai “... a social that emhasize a desire for exellence in order for an individual to attain of personal accomlishment”.
Menurut Newstrom dan Davis (1993:123), achievement motivation is a drive some people have to persue and attain good. An individual with this drive wishes to achieve objective and advance up the ladder of success”.
Dengan memperhatikan berbagai definisi di atas, dapat ditarik pengertian umum motif berprestasi yaitu sebagai “suatu dorongan untuk mengerjakan sesuatu dengan baik atau lebih baik sebelumnya untuk mencapai kesuksesan dalam kompetisi dengan beberapa standar keunggulan baik internal maupun eksternal”.

C. Konsep tentang Motif Berprestasi
Konsep motif berprestasi diperkenalkan dan dipopulerkan pertama kali oleh McClelland melalui hasil penelitiannya dengan istilah “n-Ach” yang merupakan singkatan dari need of achievement. Penelitian tersebut bertitik tolak dari pertanyaan mengapa suatu bangsa lebih maju daripada bangsa lainnya, atau mengapa suatu bangsa dalam kurun waktu tertentu lebih maju dibandingkan dengan kurun waktu lainnya? Hasil penelitian McClelland menunjukkan bahwa kemajuan tersebut disebabkan adanya “a certain of thinking that was relatively rare but which, when is occurred in an individual, tended to him behave in a particularly energy way”. McClelland berpendapat bahwa motif berprestasilah yang membuat para industriawan dan pelaku bisnis lainnya menjadi lebih kompetitif bekerja dan lebih tekun.
Individu memiliki berbagai macam kebutuhan. Prioritas pemenuhan kebutuhan bergantung pada kekuatan kebutuhan tersebut dan rangsangan dari luar. Kebutuhan ini akan membangkitkan suatu dorongan yang mengerahkan individu untuk berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku individu untuk mencapai tujuan itulah yang disebut “motif”.
Clifford T. Morgan (1961) dalam Harding (1999:8) mengatakan, motif adalah sesuatu yang menggerakkan atau memacu orang bertingkah laku. Motif kadang-kadang didefinisikan sebagai needs (kebutuhan), keinginan, drives (dorongan), atau impuls dari individu. Motif menyebabkan dan memelihara tingkah laku individu serta diarahkan pada tujuan, baik yang disadari maupun tidak. Motif membantu terjadinya kegiatan untuk memuaskan kebutuhan (Hersey dan Blanchard, 1977; dalam Harding :1999:5).
McClelland (1953) dalam Wismaningsih (1993:33) mendefinisikan motif sebagai “a recurrent concern for a goal state based on a natural incentive a concern that energizes, orient, and selects behavior.”
Pengertian motif berhubungan dengan perhatian yang dicurahkan seseorang pada suatu tujuan yang bersumber pada insentif. Perhatian tersebut dapat dipelajari melalui hubungan seseorang dengan orang lain di dalam berbagai situasi dan perilaku yang meliputi standar-standar keunggulan. Adapun perilaku untuk berprestasi seseorang juga dipengaruhi oleh keberhasilannya dalam mencapai tujuan.
Dengan demikian seseorang yang memiliki motif prestasi menurut pendapat McClelland (1953) akan menampakkan ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut: (1) mela-kukan aktivitas untuk berprestasi sebaik-baiknya, (2) mengadakan antisipasi terencana untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, (3) melakukan kegiatan secara kreatif dan inovatif yaitu dengan berusaha mencari cara-cara baru dalam memenuhi rasa ingin tahunya, (4) berusaha sekuat kemampuannya dalam mencapai cita-cita dengan belajar keras, tekun, dan ulet, (5) tidak takut gagal, berani mengambil resiko dan mempertimbangkan kemampuannya, serta cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan moderat namun menantang keahlian dan kemampuannya, (6) mempunyai tanggung jawab personal yang berarti ia merasa bertanggung jawab secara pribadi dalam mencapai tujuannya serta berusaha sekuat kemampuannya untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya, (7) berusaha melakukan kegiatan yang melampaui standar keunggulan internal maupun eksternal dan memperhatikan umpan balik dan perbuatan.

AH

D. Teori Produktivitas Kerja
Konsep produktivitas dikembangkan untuk mengukur besarnya kemampuan menghasilkan nilai tambah atas komponen masukan yang digunakan (Cahyono, 1996:281). Secara umum yang dimaksud dengan produktivitas kerja adalah rasio antara output terhadap input. Dengan demikian rumus dasar yang tetap digunakan adalah:

Produktivitas
=
Keluaran
Masukan
Definisi Dewan Produktivitas Nasional Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dalam kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja adalah sebagai berikut:
Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dipakai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan dan perbaikan cara produksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitasnya tetap ataupun menurun.
Pengertian produktivitas di atas menguraikan peningkatan produksi maupun peningkatan produktivitas pada dasarnya adalah pemanfaatan peran utama sumber daya manusia dalam proses peningkatan produktivitas, bagaimana pun produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan hasil karya manusia.
Dengan demikian peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Jumlah produksi meningkat menggunakan sumber daya yang sama.
2. jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit.
3. jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil.
Adapun pengertian produktivitas kerja menurut Handari (1990:97) adalah:
Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output)dengan jumlah sumber daya yang dipergunakan (input). Produktivitas kerja dinyatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan. Sebaliknya produktivitas kerja dinyatakan rendah jika hasil yang diperoleh lebih kecil daripada sumber kerja yang digunakan.
Dari pengertian tersebut, produktivitas berarti perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja terhadap hasil kerja dalam organiasi yang merupakan perwujudan tujuan-tujuannya. Adapun hasil kerja tersebut bisa bersifat material maupun non-material. Dengan demikian produktivitas kerja digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan organiasi.
Dari uraian tersebut, secara sederhana produktivitas adalah perbndingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dengan jumlah sumber daya yang dipergunakan selama produksi berlangsung. Produktivitas kerja sangat berkaitan antara lain dengan satuan waktu, teknologi, proses manajemen (perencanaan, pengorganisasi-an, penggerakan, pengawasan) maupun disiplin kerja.
Produktivitas di dalam piagam produktivitas Oslo tahun 1984 (dalam Ravianto, 1998:1.3) dijelaskan sebagai berikut:
“produktivitas adalah konsep yang universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan jasa untuk kebutuhan semakin banyak og dengan menggunakan sedikit mungkin sumber daya.”
Produktivitas didasarkan pada pendekatan multidisiplin yang secara efektif merumuskan tujuan, rencana, pengembangan, dan daya pelaksanaan cara-cara produktif, dengan menggunakan sumber-sumber daya secara efisien namun tetap mempertahankan kualitas. Produktivitas kerja secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan menggunakan keterampilan modal, teknologi manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk perbaikan mutu kehidupan bagi seluruh manusia. Produktivitas kerja pada dasarnya merupakan hasil interaksi lingkungan, baik lingkungan pekerjaan maupun lingkungan di luar pekerjaan termasuk lingkungan fisik, lingkungan sosial, budaya, dan lingkungan psikologis (Handari, 1990:97). Produktivitas kerja yang tinggi ditentukan oleh unjuk kerja yang tinggi. Sedangkan unjuk kerja yang tinggi bergantung pada motivasi kerja dan proses manajemen, adapun motivasi kerja pegawai ditentukan oleh kondisi dan kebutuhan-kebutuhannya. Produktivitas kerja pegawai ditentukan oleh faktor kualitas sumber daya manusia, lingkungan kerja, proses manajemen, serta nilai-nilai yang berkembang pada suatu organiasi.
Ddua hal yang sangat ditekankan dalam sebuah organiasi adalah efektivitas dan efisiensi. Kedua hal tersebut sangat ditentukan oleh sumber daya manusia. Sumber daya manusia bukan lagi hanya sebatas alat produksi bagi sebuah organiasi, melainkan sebagai aset yang harus senantiasa dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya. Di antara upaya untuk meningkatkan nilai sumber daya manusia adalah melalui upaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk berprestasi.
Produktivitas organiasi ditentukan oleh pengembangan teknologi dan usaha kerja serta kualitas hasil kerja pegawai. Manusia adalah faktor terpenting dalam proses produksi. Produktivitas dapat diukur dengan berbagai cara yaitu:
- Produksi volume / kuantitas yang dihasilkan,
- Standar kualitas kerja,
- Angka kehadiran / kemangkiran,
- Ukuran yang ditunjukkan oleh jangka waktu seperti promosi jabatan,
- Ukuran karakteristik atau kepribadian yang terlihat.
E. Pembahasan
Motif berprestasi merupakan penggerak utama yang bersumber di dalam maupun di luar diri pegawai yang mendorong untuk berbuat dan memperlihatkan tingkat performance dari produktivitas sesuai dengan standar yang ditetapkan di dalam pekerjaan tersebut. Individu yang memiliki motof berprestasi tinggi lebih memiliki orientasi ke depan, realistis, dan sering merasa takut gagal dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, penuh inisiatif, dan berusaha untuk mengembangkan kreativitas.
Individu yang memiliki motif berprestasi selalu dapat menggunakan waktunya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya, memikirkan untuk meningkatkan prestasi kerjanya, lebih berorientasi pada tugas, dan lebih menyukai tugas yang memberikan tantangan.
Sumber daya manusia tidak dengan sendirinya menjadi sumber keunggulan bersaing yang sinambung bagi suatu organiasi. Hal tersebut sangat bergantung pada kadar kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organiasi serta strategi manajemen personal yang diterapkan. Kierja pegawai yang sesuai bahkan melebihi standar produktivitas pegawai akan menjadi sumber keunggulan bersaing bagi suatu organiasi atau lembaga. Untuk menghasilkan kinerja seperti itu, setiap pegawai perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, kondisi fisik dan mental yang menjadi tuntutan jabatannya, dukungan lingkungan organiasi yang menimbulkan kepuasan kerja bagi yang bersangkutan, serta karakteristik individu itu sendiri.produktivitas kerja dapat pula diartikan sebagai sikap mental yang selalu memiliki pandangan bahwa prestasi kerja hari ini harus lebih baik daripada hasil pekerjaan kemarin dan hasil pekerjaan yang dicapai esok harus lebih baik dari hari ini.
Menurut Ranfil profil pegawai yang produktif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Timpe;1992);
Lebih memenuhi kualifikasi pekerjaan, dengan karakteristik cerdas dan dapat belajar dengan cepat, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, bekerja dengan cerdik, selalu melakukan pernaikan, dianggap bernilai oleh pengawas / atasannya, selalu meningkatkan diri.
Bermotivasi tinggi, dengan karakteristik dapat memotivasi diri sendiri, mengambil inisiatif, memiliki komitmen yang tinggi, tekun, mempunyai kemampuan yang kerja untuk bekerja, bekerja efektif dengan maupun tanpa pengawasan, melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambul tindakan yang perlu, menyukai tantangan, ingin menguji kemampuan, menyukai pencarian pemecahan masalah, selalu ingin bertanya, memikirkan perbaikan sesuatu, berorientasi pada sasaran, selalu tepat waktu, tingkat energi tinggi, dan mengarahkan energi secara efektif, serta selalu merasa puas jika melakukan pekerjaan yang baik.
Memiliki orientasi pekerjaan yang positif, dengan karakeristik menyukai kebiasaan kerja yang baik, selalu terklibat dalam pekerjaannya, cermat dan dapat dipercaya, konsisten, menghormati manajemen dan tujuannya, mempunyai hubungan yang baik dengan manajemen, dapat menerima pengarahan, luwes dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
Dewasa, dalam pengertian pegawai memperlihatkan kinerja yang konsisten dan memerlukan pengawasan minimal. Karakteristiknya adalah berintegrasi tinggi (bersikap apa adanya, jujur, dan tulus), memiliki tanggung jawab yang tinggi, mengetahui kelemahan dan kekuatan diri, mandiri, percaya diri, berdisiplin diri, pantas memperoleh harga diri, bergaul efektif dengan lingkungan, mantap emosional dan percaya diri, bekerja efektif di bawah tekanan, dapat bekerja dari pengalaman, serta memiliki ambisi yang sehat.
Dapat bergaul dengan efektif, yakni memiliki kemampuan memantapkan hubungan antar pribadi secara positif. Karakteristiknya adalah memperagakan kecerdasan sosial, dapat diterima dan bergaul dengan atasan atau teman sejawat sebagai orang yang menyenangkan, berkomunikasi dengan efektif jelas, cermat, bekerja sama, memiliki berbagai gagasan, mau membantu teman sejawat, bekerja produktif, serta memperagakan sikap positif dan antusiasme.
Dengan berbagai karakteristik di atas, organiasi dapat mengukur produktivitas kerja pegawai sehingga diperoleh gambaran mengenai usaha yang perlu dilakukan untuk dapat mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas kerja merupakan interaksi antara kemampuan kerja dan motivasi. Kemampuan kerja dibentuk dan dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan keinginan, sedangakn keterampilan dipengaruhi oleh bakat, kecerdasan, dan kepribadian. Motivasi kerja dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan kerja, kondisi sosial lingkungan kerja, dan terpenuhinya kepuasan kebutuhan dasar individu.
Dalam bertingkah laku, individu dihadapkan pada tantangan. Individu akan menilai kemampuannya sendiri dalam menghadapi tantangan tersebut dan akan memperkirakan keberhasilan atau kegagalan yang akan diraihnya. Individu yang memiliki motif berprestasi yang kuat akan mampu melakukan tugasnya dengan baik shg mereka belajar bagaimana untuk bekerja lebih baik dalam mengerjakan tugasnya.
Situasi dan tingkah laku berprestasi digerakkan oleh motif berprestasi. Motif inilah yang mengarahkan, menentukan, dan mempertahankan arah tindakan yang lebih ditetapkan, yang memiliki motivasi tinggi akan senantiasa berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugasnya serta meningkatkan prestasi dan produktivitas kerjanya.
F. Kesimpulan
1. Motif berprestasi merupakan satu di antara tiga motif sosial yang mendasari tingkah laku individu dalam mencapai tujuan yakni di samping motif afiliasi dan motif untuk berkuasa. Motivasi ini dapat dipelajari dalam hubungan seseorang dengan orang lain di dalam berbagai situasi dan perilaku standar-sandar keunggulan. Dalam situasi yang menuntut prestasi, individu akan terdorong untuk menunjukkan tingkah laku tertentu atau berusaha keras untuk mencapai prestasi yang memenuhi standar keunggulan. Keberhasilan individu dalam mencapai tujuan akan semakin meningkatkan motivasinya untuk berprestasi.
2. Para pegawai yang didominasi oleh motif berprestasi selalu berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain, berusaha menggunakan melampaui standar keunggulan yang telah ditetapkan. Ia dapat menggunakan waktunya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya, memikirkan usaha-usaha untuk meningkatkan prestasi kerjanya atau kemajuan kariernya. Ia akan lebih berorientasi pada tugas, menyukai tugas-tugas yang memiliki tantangan, lebih percaya diri, serta tidak bergantung pada orang lain. Motif berprestasi dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan individu dalam pekerjaannya.
3. Motif berprestasi yang merujuk pada nilai pendorong atau daya individu dalam perilaku guna mencapai pelaksanaan tugas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
_____________. 1997. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Cahyono, Bambang Tri. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: IPWI
Davis, Keith and John W. Newstroom. 1993. Human Behavior at Work. New York: Mc Graw Hill Book, Company.
Harding, Diana. 1999. Motivasi Kerja. Makalah, Bandung: Fakultas Psikologi UNPAD.
Hersey, Paul, Kenneth H. Blanchard. 1980. Management of Organizational behavior.
Koonts, Harold et. al. 1996. Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Matsui, T. et. al. 1982. Influence of Achievcement Need on Goal Setting, Performance and Feedback Effectiveness. Journal of Applied Psychology No. 67, 1982.
McClelland, David. et. al. 1953. The Achievement Motive. New York, Applention Century Croffs.
Mitcheil, T.R. (ed). 1982. People in Organization: An Introduction to organizational Behavior. Tokyo: McGraw Hill.
Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manajemen. Dewan Produktivitas Nasional.
Robbin, Stephen P. 1993. Organizational Behavior, Concept, contoversies and Application. Bandung: Ilham Jaya.
Sedarmayanti. 1995. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Ilham Jaya.
Siagian, Sondang P. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Surya, M. 1975. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.
Timpe, A. Dale (ed). 1992. The Art and Science of Business Management: Productivity. New York: New Publishing.

Riwayat Penulis:
Dr. Tita Meirina Djuwita, Dra., M.Si., adalah dosen Kopertis IV dpk Universitas Nurtanio.

Tidak ada komentar: